Jaringan Lokal Kota, Mungkinkah?

Hari ini Kompas merilis Keluar dari Kolonialisme Harga Bandwidth Internet yang intinya ada perusahaan baru yang diberi ijin kulakan langsung bandwidth dari luar menggunakan jaringan fiber mereka sendiri. NAP ini belum menjanjikan berapa harga mereka nanti, namun diharapkan bisa melepas bangsa Indonesia dari kolonialisme harga bandwidth oleh Telkom dan Indosat.
Sebetulnya beberapa NAP sudah kulakan bandwidth dari luar tanpa melalui kedua di atas. dan tentu saja mereka sudah menikmati margin yang sangat besar, mungkin dua kali lipat dari kalo mereka ambil dari kedua perusahaan di atas. Namun mereka-mereka ini tentu penikmat keuntungan yang tidak terlalu perkasa mengubah harga pasar, namun mereka pun telah menjual harga yang di bawah pasar yang "diciptakan" agar produk mereka lebih cepat terserap.
Masalah terjajah oleh penjaja internet (global) adalah masalah kita membutuhkan koneksi global sejumlah berapa banyak yang kita mau dan mampu capai. Untuk lebih terbebas dari itu, maka harus diusahakan kebutuhan internet (global) sesedikit mungkin. Jawabannya tentu Jaringan Lokal atau intranet namun dalam cakupan yang cukup luas.
DepDikNas telah mempunyai JarDikNas yang cakupan koneksinya cukup luas (http://peta.jardiknas.org/)

  • Jumlah Koneksi Wireline Aktif: 13
  • Jumlah Koneksi Wireline Non-aktif : 315
  • Jumlah Koneksi VSAT Aktif : 0
  • Jumlah Koneksi VSAT Non-aktif : 139
  • Total Koneksi Aktif : 13
  • Total Koneksi Non-aktif : 454
  • Masalah yang dihadapi selain jaringan yang masih sewa adalah masalah isi (content) yang membuat kita tidak merasa perlu masuk ke JarDikNas. Kita bisa saja berpikir untuk apa membuat isi di JarDikNas jika koneksi terbatas? Karena akan terjadi bottleneck dan membuat frustasi para pengguna yang mengakses ke dan melalui JarDikNas.
    Beberapa waktu lalu JarDikNas benar-benar hanya intranet lokal, namun akhir-akhir ini telah disambungkan ke internet. Hanya penulis belum mengetahui bagaimana terhubungnya, apakah terhubung ke data center IIX dengan kapasitas yang cukup besar atau hanya terhubung melalui pipa kecil yang disediakan oleh Telkom (penyedia infrastruktur JarDikNas?).
    Sebenarnya sebagai komunitas lokal, para pengguna JarDikNas tidak usah berkecil hati apabila koneksi ke internet masih terbatas, karena pada dasarnya koneksi antar node dalam intranet cukup besar kalau node PT atau satuan pendidikan benar-benar hanya untuk satu pengguna. Masalah baru muncul bila distribusi isi harus sampai ke seluruh komunitas dalam setiap node. Sebagai contoh, sebuah PT dengan lebih dari 8000 mahasiswa hanya terkoneksi ke JarDikNas dengan bandwith seputar 1 Mbps. Sehingga JarDikNas lebih menonjol pemakaiannya untuk teleconference antar beberapa node.
    Dalam wilayah kota atau kabupaten utamanya di Jawa, beberapa node JarDikNas telah saling terhubung menggunakan jaringan wifi. Katakan rata-rata mempunyai bandwidth 54 Mbps, kondisinya kembali sama, baik untuk antar node namun kurang baik jika node-node ini menyebarkannya ke dalam komunitas yang lebih besar. Sehingga solusi bagi sebuah jaringan lokal kota adalah tulang punggung jaringan yang besar, dan itu berarti menggunakan serat optik. Pemanfaatan wifi hanya baik untuk koneksi dalam satu komunitas kecil.
    Terkait dengan menggelar serat optik untuk sebuah wilayah kota / kabupaten tentu pemerintah daerah mempunyai kemampuan baik dari sisi dana maupun fasilitas. Rekan saya Dr. Bambang Widiatmoko, pakar serat optik dari LIPI yang beberapa produknya telah dibuat massal di Jepang, menyatakan bahwa teknologi serat optik sudah sangat tinggi dan murah. Untuk sisi legal tinggal diikuti saja dengan membuat atau menggandeng sebuah badan usaha. Seperti halnya membuat prasarana jalan raya atau membuat perusahaan air minum, maka membuatkan prasarana jaringan data sudah selayaknya dilakukan oleh pemerintah daerah.
    Bagaimana dengan perusahaan telekomunikasi yang sudah ada? Bukankah mereka yang selama ini telah mendapatkan mandat untuk menyediakan sarana telekomunikasi, termasuk data didalamnya? Dan untuk telekomunikasi murah mereka juga wajib menyisihkan dana untuk Universal Social Obligation sebesar 1,25%? Sebetulnya memang merekalah tumpuan harapan kita, tetapi kanyataan mereka lebih ke profit oriented daripada public service oriented. Nah, yang kita butuhkan adalah public service oriented.
    Sebuah penantian yang sabar, barangkali itulah yang kita perlukan sekarang. Karena merunut seorang komisaris utama NAP yang saya kenal, harga bandwidth pasti akan turun drastis dan tidak lama lagi. Jadi bersiap-siaplah apakah kita hanya akan menjadi obyek atau subyek.