Bareskrim Berbasis TI

Berikut adalah tulisan ke-3 di harian Suara Merdeka. Bareskrim berbasis TI

MENARIK sekali membaca paparan saran anggota Kompolnas Prof Adrianus Eliasta Meliala PhD MSi MSc untuk posisi Bareskrim Mabes Polri. Dalam pemberitaan sebuah media cetak ia mengajukan delapan saran, yaitu tunduk pada model pemolisian bernuansa pencegahan, jangan bernuansa ”buka warung” namun berorientasi manajerial reskrim di bawahnya, dan mengedepankan kinerja internal dan bukannya ”sibuk” di luar.

Selain itu, menciptakan sistem ban berjalan penanganan perkara, memanfaatkan basis data dan teknologi informasi (TI), penganggaran pembiayaan dari sumber yang jelas tanpa melibatkan pelapor ataupun terlapor, tidak mencari-cari perkara, dan menyelesaikan angka perkara yang masih tinggi (belum atau tidak bisa cepat diselesaikan).

Meski hanya sekali disebut sebagai saran eksplisit, pemanfaatan teknologi informasi sebenarnya bisa mencakup hampir seluruh saran yang diberikan dosen Kriminologi Universitas Indonesia tersebut.

Model pemolisian bernuansa pencegahan bisa ditreapkan dengan membuat website yang berisi saran-saran kepada masyarakat untuk menjauhi tindakan kriminal.

Situs itu bisa dilengkapi game ataupun animasi edukatif tentang kepatuhan terhadap hukum dan perundang-undangan. Statistik perkara yang sedang ditangani juga bisa diinformasikan untuk jadi pembelajaran dan meningkatkan kehati-hatian masyarakat. Model pelaporan secara terkomputerisasi dan online bisa dipakai untuk mengurangi kegiatan ”buka warung” di Bareskrim Mabes Polri.

Pelaporan secara online bisa memisahkan ranah masalah sehingga penugasan penanganan penyidikan pun bisa disesuaikan. Mungkin terbersit bahwa semua orang nantinya melaporkan kejahatan sekecil apa pun. Hal itu bisa ditangkal dengan pelaporan online secara bertanggung jawab, seperti halnya pelaporan manual langsung ke kantor polisi.

Caranya, dengan memverifikasi digital secara otomatis laporan itu lebih dulu sebelum menyatakan bahwa laporan itu layak disidik.

Jika seorang petinggi bareskrim ingin lebih aktif di luar maka monitoring aktivitas Bareskrim akan mudah dipantau dari mana pun. Pemantauan dari mana pun akan terlaksana bila ada sistem informasi terpadu berbasis komputer yang jadi tulang punggung pendataan aktivitas di lembaga tersebut. Sistem ini juga dapat membantu model factory line penanganan perkara.

Setelah sebuah perkara teregistrasi maka dapat dialokasikan kepada tiap officer in charge daritiap tahap penanganan. Kemajuan setiap tahapan perkara di-input-kan ke dalam sistem, dan langsung didistribusikan oleh sistem tersebut kepada yang berkepentingan guna penanganan selanjutnya.

Setiap petugas yang terkait perkara bisa memantau kasus yang ditangani dan juga dapat dipakai merencanakan tugas-tugas operasional. Jika akan dilakukan pengukuran kinerja sebagai dasar penambahan remunerasi kepada polisi, sistem ini akan memotivasi personel untuk terlibat dalam implementasinya.

Terkait anggaran, tidak terlepas dari perencanaan atau prediksi perkara yang akan ditangani pada tahun anggaran ke depan. Pemanfaatan sistem informasi bisa memberikan prediksi kuantitas dan kualitas kerumitan perkara itu. Prediksi dilakukan berdasarkan data historis penanganan perkara pada tahun anggaran berjalan atau sebelumnya. Stratafikasi perkara bisa dipakai sebagai patokan satuan anggaran dan dikuantifikasikan ke dalam jumlah rupiah yang diperlukan.

Peningkatan Penyelesaian

Mencari-cari sumber pendanaan dari orang yang terlibat perkara bisa dihindarkan karena sudah tersedia cukup anggaran. Meskipun begitu kemauan politik pemerintah untuk menyediakan anggaran tetap menjadi keharusan. Ketersediaan anggaran akan meningkatkan angka penyelesaian masalah dan hal itu meningkatkan citra positif Polri di masyarakat.

Pemanfaatan TI bisa menutup peluang mencari-cari perkara. Asumsi sederhananya adalah jika jumlah perkara terbuka dan transparan diketahui masyarakat maka orientasi Bareskrim mestinya menuntaskan masalah yang sudah ada. Pemanfaatan sistem informasi juga menuntut pemenuhan standar operasi dan prosedur yang jelas untuk sebuah perkara. Jadi, mencari-cari perkara bukan lagi pekerjaan sederhana dan bisa dilakukan oknum semaunya sendiri.

Mari polisi, khususnya Bareskrim, memanfaatkan TI untuk lebih mengedepankan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Teknologi informasi akan makin membuka jalan keterbukaan informasi dan itu selaras dengan reformasi birokrasi Polri. ”Keberanian” beberapa pimpinan Polri memberikan nomor ponselnya untuk diakses masyarakat merupakan permulaan yang baik.

Memiliki dan mengakses media sosial bagi para pimpinan Polri seperti layaknya pimpinan pemerintahan yang makin ”populer” mungkin merupakan langkah baik selanjutnya. #BareskrimBaseOnIT. (10)

— Dwi Eko Waluyo, dosen Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang